kammilipiakammilipiakammilipiakammilipiakammilipiakammilipiakammilipia
Home » » indonesiaku, Indonesiamu, Indonesia Kita semua

indonesiaku, Indonesiamu, Indonesia Kita semua

Written By Anonim on Senin, 18 Agustus 2008 | 02.46

Indonesiaku, Indonesiamu

Indonesia kita semua

 

                Indonesia tanah air beta

            Pusaka abadi nan jaya

            Indonesia sejak dulu kala

            Slalu dipuja-puji bangsa

           

Disana tempat lahir beta

Dibuai dibesarkan bunda

Tempat berlindung di hari tua

Sampai akhir menutup mata

 

Disaat gemuruh hari kemerdekaan yang ditandai wewarna kegiatan dan aneka lomba yang menghiasi pojok-pojok negeri ini, dari Sabangnya hingga ke Meraukenya, dari Monasnya hingga Pulau komodonya, maka adalah sangat tepat kiranya jika sejenak kita tundukkan hati sambil mengangkat pandang kita, menatap kembali hakikat kemerdekaan negeri ini yang sudah enam puluh tiga tahun lamanya. Setidaknya agar bangsa ini tidak terjebak dalam jerat euphoria yang tidak bermakna atau terbelenggu dalam sekat hampa perayaan hari kemerdekaan yang hanya membuang energi. Melalui Ayat-ayat CintaNya Allah SWT  mentarbiyah bangsa ini untuk memaknai hari bersejarah itu, idz qaala:

لئن شكرتم لأزيدنكم ولئن كفرتم إن عذابي لشديد             

 Proklamasi tertanggal tujuh belas Agustus, enam puluh tiga tahun silam adalah gerbang awal yang mendaulat negeri ini menjadi negeri yang merdeka, para pejuang yang dahulu memperjuangkan kata merdeka itu juga -seperti yang saya yakini dan mungkin juga antum- menjadikan kata itu sebagai point target langkah-langkah yang mereka rajut. Akan tetapi seperti apa makna dan terjemahan kemerdekaan yang kita yakini keabsahannya, bagaimana juga kemerdekaan itu bisa dikatakan telah mencapai titik puncaknya. Itulah pertanyaannya.

Kata merdeka yang dalam diksi arabnya disebut istiqlaal memiliki makna luas yang tidak terbatas pada terjemahan kebebesan, keluar dari jeruji penjajahan semata, akan tetapi kata merdeka menyiratkan makna yang mendalam, bahwa sebagai individu, bahkan sebagai suatu bangsa kita tidak boleh terikat oleh belenggu-belenggu manapun yang memaksa kita untuk melakukan sesuatu atau terhenti untuk melakukan sesuatu. Merdeka juga berarti bebas dari segala rupa intimidasi dari siapa pun dan tidak terkekang untuk mengambil kebijakan dan keputusan yang diyakini kemaslahatannya. Seperti halnya seorang Muhammad saw ketika di awal karir kerasulannya ditawarkan pilihan-pilihan yang begitu menggiurkan, di sana ada harta, ada juga wanita bahkan kekuasaan selengkapnya dengan hanya satu kompensasi yaitu meninggalkan dakwah, apa kata sang Nabi? "Kalla", dalam catatan sejarah mentari dan bulan sekalipun. Artinya, begitulah jika kemerdekaan itu akan dikekang tiada yang sanggup untuk menghalang, kemerdekaan Rasulullah untuk menyampaikan risalah Ilahiyah tiada yang dapat membeli, tak ada yang dapat menghenti. Karena hakikatnya adalah tiada belenggu dari siapa pun. Sederhana.

Hanya saja anugerah kemerdekaan itu tak bijak juga jika kita pisahkan dari Sang maha pemberi kemerdekaan itu sendiri, Allah SWT. Hal itu bahkan secara jelas tertulis dalam pembukaan batang tubuh undang-undang dasar 1945, kerena kemerdekaan yang kita rasakan atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Artinya berjalannya pembangunan untuk mengisi kemerdekaan itu haruslah seiring dengan kehendak Ilahiyah, sebab itu lah bentuk manifestasi rasa syukur bangsa ini kepadaNya, Sang pemberi kemerdekaan.

Nah so what setelah itu. Tentunya kita akan mencoba untuk flashback, memutar kembali memori kita, kita buka kembali lembaran sejarah yang pernah kita baca, atau sudah mulai kita lupakan, sejak detik proklamasi yang digemakan Bung Karno rentetan sejarah itu sampai detik pagi ini ketika Pak Hidayat Nurwahid mengulang untuk keenam puluh tiga kalinya teks tersebut. Adakah bangsa ini telah membuat Allah semakin cinta dengan kesyukuran mereka? Adakah serangkai peristiwa-peristiwa itu mengundang keberkahan ditandai dengan terangkatnya khouf wal juu' itu dari orang-orang nestapa itu, yang harus nganggur berhari-hari di RSCM karena mereka belum punya uang, atau dengan apa kita akan mesti menjelaskan sepanduk-sepanduk bertuliskan anak miskin dilarang sekolah, atau jeritan anak-anak polos  di pagi itu, yang bilang ke ibunya, "mak besok kita digusur lagi ya?". Itu lah Indonesiaku hari ini.

Pastinya kalau dahulu negeri ini dipuja-puji bangsa maka hari ini barangkali juah dari itu, muru'ah bangsa ini kian hari kian menginjakkan kakinya pada anak tangga yang semakin rendah. Sengketa dengan negeri Jiran, konflik dengan Australia, seperti juga kasus-kasus penjahat narkoba yang masih berkeliaran pagi dan petang di negeri ini, sama halnya dengan cybercrim, penjahat phedofellia yang menjadikan Indonesia sebagai sarang ngumpet mereka, lalu kemudian terungkapnya kasus Rian belakangan ini membuka mata kita tentang sisi lain perkembangan komunitas gay di negeri yang dikenal santun ini… Allahul musta'aan. Dan seperti itu Indonesiamu hari ini.

            Akan tetapi jangan berkecil hati, harapan itu masih ada. Membuat negeri ini menjadi tersenyum masih sangat mungkin. Tidak mustahil. Setidaknya masih banyak anak bangsa yang mulai berfikir mensehatkan negeri ini sebagai bentuk rasa syukur mereka terhadap akal dan perasaan yang dianugerahkan Allah kepeda mereka, kemudian bergerak menebar ruh baru itu bagi bangsanya, mengalirkan darah segar pada sendi-sendi negeri ini sehingga pada usia kemerdekaannya yang ke-enam puluh tiga tahun ini ia akan terlihat tempak muda dan segar, kira-kira seperti berusia tiga puluh enam tahun lah. Semoga saya dan antum semua adalah bagian dari mereka.

Sudah saatnya memang generasi baru ini yang -mengambil ta'bir Ilahy- genre yang يستبدل قوما غيركم ثم لا يكونوا أمثالكم mengangkat penyakit kronis kekerdilan sikap dan tingkah laku orang-orang yang tidak bertanggung jawab terhadap pertiwi ini. Yang tidak paham tentang makna kemerdekaan hakiki dan tiada peduli dengan kehendak Sang pemberi dan pencabut kata merdeka itu dari jantung bangsa ini.

Maka pada akhirnya mentarbiyah bangsa ini yang dengan beragam level sosial mereka, dengan bermacam khalfiyah dan usia mereka adalah keniscayaan untuk mengundang keberkahan Ilahiyah dan mengejawantahkan makna "mencerdaskan kehidupan bangsa" dalam kelanjutan pembukaan UUD '45 itu. Sebab keresahan kita tiada berarti tanpa aksi Seperti keresahan Ahmad Syauqi yang tertuang dalam bait syairnya,

وطني .... لا  عيد  لي  حتى  أراك  بأمة           شماء  راوية  من  الأخلاق

Sehingga pada saatnya dengan bangga kita katakan inilah Indonesia kita semua.

   

Written by: Syauqi_beik

 

 

Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. KAMMI LIPIA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger